Kamis, 06 Maret 2008

TEORI ORGANISASI KLASIK

Teori klasik sendiri merupakan merupakan tinjauan tentang teori-teori umum dalam manajemen organisasi. Dan yang sering dikaitkan dengan sudut pandang klasikal adalah model organisasi birokratik. Teori organisasi secara sistematis baru dikembangkan pada tahun 1850 di sini timbul sesuatu pemikiran yang mempersoalkan bagaimana mengatur hubungan antara susunan organisasi itu dan mengatur cara bekerjanya sehingga dalam suatu organisasi dapat bekerja seefisien dan semaksimal mungkin. Organisasi sendiri dapat diartikan sebagai ´merencanakan bentuk umum daripada usaha dengan mengingat tujuan-tujuan usaha, cara-cara melaksanakan usaha sebagai mana bisa diramalkan “. Di dalam organisasi pasti ada sebuah tujuan yang bersifat kolektif atau pekerjaan kolektif yang disetiap bagaian di atur atau di intregasikan dari pekerjaan perseorangan.

Di dalam teori klasik memiliki beberapa prinsip-perinsip dam konsep, yang digunakan sebagi pikiran pokok dalam mengatur sebuah organisasi.Antara lain:

a. Prinsip Hieraki ( SCALAR PRINCIPELE )
Prinsip ini adalah dasar dari pmikiran teori-teori klasik. Bahwa dalam suatu organisasi harus ada wewenang dan tanggung jawab yang dijalankan oleh pimpinan tertinggi dan hingga sampai pada tingkat bawah atau personal yang bertugas sebagai pelaksana. Di sini peranan pimpinan sangat diperlukan guna mengatur system kerja organisasi agar pekerjaan dapat terarah dan terorganisir. Dengan menggunakan perinsip ini kita dapat semakin jelas mengetahui antara hubungan tanggung jawab dan kewenangan dari yang paling bawah sampai pada pimpinan yang tertinggi.

b. Perinsip Kesatuan Komando
Prinsip ini menekankan bahwa sebaiknya dalam suatu organisasi hanya ada satu atasan saja yang memberikan komando kepada bawahan supaya ada kesatuan komando dan koordinasi yang seragam sehingga tidak membuat bawahan menjadi bingung. Tetapi hal ini ditentang oleh Frederick Taylor dalam pendapatnya yang bertajuk “Functional Foreman” yang berisi “ Bahwa setiap bawahan mengenai aspek yang sama dari pekerjaannya hanya boleh tunduk pada satu atasan langsung.”. dalam menyikapi dua hal yang berbeda ini kita sebaiknya dapat membagi pekerjaan menjadi lebih spesifik lagi dan di dalamnya terdapat seorang kordinator yang bertanggung jawab atas segala sesuatu hal yabg terjadi di dalamnya. hal ini akan dapat mengurangi kesalah pahaman yang terjadi dalam organisasi tersebut yang diakibatkan oleh tumpang tindihnya perintah dari atasan.

c. Perinsip Pengecualian ( EXCEPTION )
Demi efisiensi pekerjaan semua hal yang dapat dikerjakan oleh bawahan yang sudah menjadi rutinitas diharapkan dapat langsung dikerjakan tanpa harus menunggu perintah dari atasan. Dengan diterapkanya perinsip ini dalam organisasi atasan tidak perlu lagi mencampuri urusan pekerjaan bawahan sehingga akan menghasilkan efisiensi kerja. Perlu
d. Perinsip Jangkauan Pengawasan Yang kecil
Demi efisiensi waktu dan pekerjaan sebaiknya bawahan yang melapor dan menerima perintah dari atasan jumlahnya sedikit. Dari prinsip ini bisa dipahami bahwa dengan banyaknya bawahan yang mendatangi atasan maka pekerjaan atasan akan lebih tersita apalagi jika isi laporan dan perintah itu sama. Akan lebih baik jika ada pembagian kerja siapa saja yang herus melapor dan menerima perintah dan kemudian orang-orang itu menjelaskan pada yang lain. Peranan seorang kordinatorlah yang sangat di butuhkan di sini karena kordinator mempunyai dan di berikan wewenang yang lebih besar.

e. Perinsip Jangkauan Terbatas
Dikatakan bahwa dalam suatu pengawasan yang dilakukan atasan hendaknya ada batasan. Hal ini dimungkinkan bahwa kemampuan seseorang sangatlah terbatas antara lain ; terbatasnya waktu , kekuatan fisik , kesanggupan apakah seorang atasan akan dapat secara terus menerus dapat mengontrol pikiran atau cara kerja seorang bawahan. Tetapi prinsip ini tidak jelas karena tidak disebutkan secara pasti batasan-batasan itu. Walaupun prinsip ini sudah dihilangkan oleh para penentang Teori Klasik karena tidak ada dasar angka teoritis namun prinsip ini memiliki kelebihan untuk memberikan batasan kepada atasan dalam mengawasi bawahan agar tidak terjadi hal semena-mena yang dilakukan atasan.

f. Perinsip Sepesialisasi
Untuk mencapai efisiensi kerja dalam melaksanakan fungsi-fungsi dalam organisasi, maka diperlukan pembagian kerja yang sistematis menurut keahlian tap-tiap pribadi. Hal ini akan dapt semakin memaksimalkan hasil dan prestasi pekerjaan yang dicapai.

g. Perinsip Pemakaian “Pusat Keuntungan” Di Dalam Organisasi
Sebagai contoh misalnya, seorang pendiri General Motor, Alfred Sloan, mengatakan bahwa dalam mengorganisir produksi mobil yang paling menguntungkan adalah mengorganisasi produksi menurut merk. Yang dimaksud adalah jika tiap bagian dari instansi masing-masing memiliki fasilitas-fasilitas untuk bersaing dengan bagian lain maka akan memoivasi tiap bagian untuk menjadi yang terbaik sehingga dapat meningkatkan kualitas kerja. Setiap kepala divisi atau kordinator di beri wewenang / tanggung jawab yang penuh atas kinerjanya sehingga secara psykologi mereka akan terdorong untuk menghasilkan hasil yang maksimal dan mereka dituntut untuk berani mengambil keputusan serta mempertanggung jawabkanya.

Malihat disini Organisasi telah di jadikan suatu obyek atau alat untuk memecahkan dan merencanakan suatu persoalan kita di tuntut agar dapat bagaimana cara menganalisa , kemudian mengatur cara-cara pekerjaan setiap pekerjaan yang harus dilaksanakan. Hal ini dimaksudkan agar kita dapat melakukan efisiensi pekerjaan dalam arti menghilangkan gerakan-gerakan atau pekerjaan yang sebenarnya tidak perlu.
Aspek ini banyak menerangkan teori-teori khusus yang dikenal dengan nama “ time and motion study “ atau penelitian tentang gerak dan waktu yang tujuanya tidak lain adalah untuk menemukan cara yang sebaiknya untuk melakukan pekerjaan itu. Dengan “ time and motion study “ banyak melahirkan teknik dan praktek-praktek dalam organisasi , seperti termasuk menganalisa pekerjaan , analisa tentang kelancaran pekerjaan , ( work – flow analysis ), scheduling , plan lay – out . ada juga orang yang mengususkan pada masalah yang lain yaitu menganalisa masalah bagaimana mendefinisikan pekerjaan yang baru dilakukan kemudian membaginya dalam berbagai kelompok dan bagaimana cara mengkoordinasikan diantara setiap bagaian tersebut sehingga berada di bawah satu koordinasi. Atau biasa disebut dengan “ Departementalization “ pembagian pekerjaan.

Konsep klasikal itu sendiri juga mengalami perluasan susunan struktur pembagian kerja . Diantaranya adalah bentuk horizontal dan vertical. Horizontal, di dalam setiap organisasi terdapat tingkatan – tingkatan pekerja bukan hanya tingkatan menurut pekerjaan. Sedangkan vertical disini akan terjadi pembagian pekerjaan yang lebih kecil dari organisasi dan kemudian disatukan untuk menjadi suatu kesatuan yang utuh.

Para penulis teori organisasi aliran klasik pada umumnya menspesialisasikan menjadi empat prinsip dasar untuk mencapai sistem pembagian kerja dan wewenang yang optimal. Pertama, spesialisasi hendaknya berdasar pada sasaran tugas yaitu para pekerja yang mengerjakan sub-tujuan yang sama dikumpulkan pada bagian yang sama. Hal ini baik dilakukan sehingga para pekerja tidak terganggu dengan tujuan lain atau sub-kerja yang lain. Kedua, pekerjaan yang mengharuskan adanya proses tertentu hendaknya dikelompokkan jadi satu . Yang ketiga adalah spesialisasi menurut klien, untuk menangani kelompok klien tertentu harus ditempatkan pada satu bagian yang sama, misalnya devisi yang menangani masalah keuangan mereka harus berorientasi pada bagian keuangan itu sendiri sehingga tidak akan ada percampuran pekerjan yang akan berimbas pada suatu organisasi. Keempat, pekerjan yang dilakukan di daerah geografis yang sama sebaiknya dikumpulkan menjadi satu.






3 komentar:

Anonim mengatakan...

makasih atas materinya menarik juga!!!

Anonim mengatakan...

tanya nech..
pengertian dari teori organisasi klasik itu sendiri pha ??
dan tolong di kasih tau tokohnya ???
thx

Didabahalwan mengatakan...

thx :D
lumayan buat tambahan d dalem tugas .. :D